ANALISIS BUKU AL-QUR'AN HADIS MA KELAS XII POLA HIDUP SEDERHANA DAN GEMAR MENYANTUNI DHUAFA SERTA SABAR DALAM MENGADAPI UJIAN DAN COBAAN Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompokANALISIS BUKU AL-QUR'AN HADIS MA KELAS XII POLA HIDUP SEDERHANA DAN GEMAR MENYANTUNI DHUAFA SERTA SABAR DALAM MENGADAPI UJIAN DAN COBAAN Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok
26 Mar, 2017 Pengertian dan Contoh Surat Tentang Menyantuni Kaum Dhuafa - Indonesia sebenarnya negeri yang yang sangat kaya akan sumber daya alam. Namun sayangnya, negeri yang mayoritas wagranya adalah kaum muslim ini identik dengan kemiskinan. Padahal Islam merupakan agama yang memiliki perhatian besar pada urusan pemberantasan kemiskinan. Bahkan Islam mengganggap kemiskinan sebagai slah satu ancaman terbesar bagi keimanan. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah. وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا Artinya Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Surat ini disebut juga Bani Israil, artinya keturunan Israil. Disebut demikian karena Allah menyebutkan tentang kisah Bani Israil. Ia pernah menjadi bangsa yang kuat dan besar. Tetapi, karena sikap durhakanya kepada Allah mengubahnya menjadi bangsa yang hina. Dua kisah ini memeberikan peringatan bahwa umat Islam akan mengalami keruntuhan seperti halnya Bani Israil. Seorang muslim yang baik harus menjadikan ayat ini sebagai sumber inspirasi dan pedoman hidup yang praktis. Ada tiga poin pelajaran yang harus diambil, dan menjadi pembimbing hidup manusia. Semangat memberi harus ditumbuhkan Sikap israf berlebih-lebihan atau melampui batas dan tabzir pemborosan harus dihikangkan dari diri seseorang muslim yang baik Orang yang hidup dengan berlebih-lebihan adalah saudara setan Dengan tidak bergaya hidup boros, maka kita bisa mengasah jiwa sosial kita kepada sesama. Ketika kita mendapatkan kelebihan rejeki, kita akan peduli kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung secara ekonomi. Wujud kepudulian itu di antaranya dengan tidak membiarkan mereka larut dalam konsidi kemiskinan. Dari perspektif ini maka upaya awal yang paling efektif untuk mewujudkan kesalehan social pada diri seoranng muslim. Salah satu indicator keberhasilan diri seorang muslim adalah kian berkurangnya jumlah orang-orang miskin disekitar kita. Meringankan kaum dhuafa Ajaran Islam dengan tegas menjelaskan bahwa mereka yang diberi karunia Allah berupa harta lantas tidak mau peduli kepada nasib orang-orang miskin dan anak yatim, maka dikatagotikan sebagai orang yang tidak baik. Bahkan dalam salah satu ayat disebutkan kalau orang semacam ini tergolong orang yang telah mendustakan agama. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam QS, Al-Mu’un 1-7 Dalam ayat lain, Allah juga menjelasakan bahwa salah satu tolak ukur kebaikan seseorang bukan saja kekhusukanya dalam beribadah ritual yang disimbolkan dengan menghadap arah mata angin tertentu, namun dapat dilihat juga dari keimanan dan kesalehan ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah QS. Al-Baqarah 177لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ laysa albirra an tuwalluu wujuuhakum qibala almasyriqi waalmaghribi walaakinna albirra man aamana biallaahi waalyawmi al-aakhiri waalmalaa-ikati waalkitaabi waalnnabiyyiina waaataa almaala alaa hubbihi dzawii alqurbaa waalyataamaa waalmasaakiina waibna alssabiili waalssaa-iliina wafii alrriqaabi wa-aqaama alshshalaata waaataa alzzakaata waalmuufuuna bi’ahdihim idzaa aahaduu waalshshaabiriina fii alba/saa-i waaldhdharraa-i wahiina alba/si ulaa-ika alladziina shadaquu waulaa-ika humu almuttaquuna Artinya Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Dari penjelasan ayat di atas jelas bahwa kebajikan bukan hanya menghadap ke timur atau ke barat, karena arah tersebut hanya berfungsi untuk meningkatkan orang yang sedang menjalankan shalat untuk membantu konsentrasinya menghadap Allah. Tetapi sebelumnya kebajikan sesungguhnya adalah keimanan kita kepada Allah. Iman adalah dasar dari semua kebajikan. Dapat disimpulkan bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang memadukan antara im,an dan amal saleh, yang memiliki hubungan yang kuat dengan Allah, memiliki kualitas jiwa yang tangguh, dan akhlak mulia. Penerapan Sikap dan Perilaku Penerapan terhadap QS. Al-Isra 26-27 dan Al-Baqarah 177 antara lain Bekerja dengan tekun untuk mencari nafkah demi keluarga Suka menabung dan tidak berlaku boros meskipun memiliki banyak harta Menjauli segala macam kegiatan yang sis-sis dan menghabiskan waktu percuma Suka bersedekah Mempelajari ajaran agama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari Bersikap amanah Bersikap kritis dan melawan kesewenangan-wenangan serta berani menyampaikan kebenaran Suka menolong orang yang ditimpa musibah Menjadi orang tua asuh Membiasakan diri untuk selalu beribadah kepada Allah Nikita Dini Blogger, Internet Marketer, Web Designer
PeranBaznas dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Menurut Pasal 1 ayat (7) UU No. 23 Tahun 2011 (Undang–Undang Pengelolaan Zakat), Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Selanjutnya pada pasal 5 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2011 (UU PZ) dinyatakan Dalam kehidupan di dunia ini, Allah Swt memberikan panorama kehidupan yang tidak sama. Banyak hal yang terjadi dalam kehidupan ini berpasang-pasangan, ada siang-malam, laki-perempuan, dan kaya-miskin. Dengan hukum pasangan tersebut, muncul pula kelompok orang-orang yang kurang beruntung, baik secara fisik, ekonomi, intelektual ataupun kekuasaan politik. Kelompok-kelompok yang kurang beruntung ini dalam Al-Quran disebut sebagai kaum dhu’afa kaum lemah atau kurang beruntung. Bila dirinci secara keilmuan, munculnya kaum dhuafa ini dapat disebabkan karena beberapa hal. Setidaknya ada tiga faktor umum yang potensial menyebabkan munculnya kelompok lemah 1. Lahirnya dhuafa kaum lemah karena unsur fisik atau biologis Ketidaksempurnaan fisik potensial menjadi penyebab seseorang menjadi orang lemah. Memang benar, tidak semua orang cacat fisik dapat dikategorikan sebagai orang lemah, karena di dunia ini sempat melahirkan orang cacat menjadi terhormat, baik sebagai pelukis dunia, penyanyi maupun pemimpin politik. Bagi kalangan muslim, mungkin mengenal pemikir Mesir yang menjadi Menteri pendidikan yaitu Dr. Thoha Husein. Orang ini adalah cendikiawan muslim yang buta, namun memiliki kemampuan intelektual yang tinggi. Namun demikian, di lingkungan masyarakat kita pada umumnya, mereka yang memiliki keterbatasan fisik menjadi kelompok masyarakat yang lemah. 2. Kelemahan yang disebabkan karena faktor kultural Orang yang pemalas adalah ciri dasar dari kelemahan individu atau masyarakat karena masalah kultural. Orang atau masyarakat seperti ini lemah bukan karena cacat fisik, namun lemah karena mentalnya adalah mental pemalas dan tidak memiliki semangat dalam hidup. 3. Kelemahan individu atau masyarakat karena faktor struktural Di zaman kolonial dulu, rakyat Indonesia banyak yang miskin, sakit-sakitan dan bodoh. Nasib yang diderita rakyat kita tersebut, bukan karena keterbatasan fisik atau mental rakyat Indonesia yang lemah, namun lebih disebabkan karena kekuasaan kaum kolonial yang refresif memaksa, menekan dan menjajah kaum pribumi supaya tetap bodoh, miskin dan tidak berdaya. Dalam konteks seperti inilah, maka kaum muslimin di zaman modern ini dituntut untuk memiliki kepekaan, kesantunan, dan kesetiakawanan yang tinggi kepada kaum yang lemah. Karena mereka adalah bagian dari umat, bagian dari bangsa dan bagian dari masyarakat kita sendiri. Kebutuhan untuk menyantuni kaum yang lemah atau teraniaya ini, selain menjadi kewajiban moral sebagai sesama anggota masyarakat, juga dapat dikaitkan dengan tujuan untuk menghindari petaka dari Allah Swt. Dalam hadis qudsi, Allah Swt berfirman Terjemah Demi kemuliaan dan keagungan-Ku. Pasti akan Ku balas si penganiaya cepat atau lambat, dan pasti akan Ku balas orang yang melihat seseorang teraniaya tetapi ia tidak menolongnya, padahal ia mampu melakukannya. HR. Thabrani. Allah Swt memberitahukan kepada kita, bahwa Dia akan mengambil tindakan balasan kepada orang yang melakukan penganiayaan atau penindasan dan akan memberi hukuman baik di dunia maupun di akherat. Hal yang paling mengerikan adalah Allah Swt pun akan memberikan peringatan hukuman kepada mereka yang melihat penganiayaan namun malahan membiarkannya. Terkait dengan masalah ini, dalam membangun masyarakat Islam yang sejahtera tidak cukup hanya dengan prihatin atau peduli. Setiap muslim sudah saatnya untuk menunjukkan perilaku nyata dalam melakukan pembelaan dan perlindungan terhadap kaum dhuafa. Di antara 11 sebelas bentuk perilaku kebaikan sebagaimana dinyatakan dalam Qs. Al-Baqarah ayat 177, ada dua perilaku nyata dalam menyantuni kaum dhuafa. Kedua perilaku nyata dalam menyantuni kaum dhua’afa itu tersirat dalam kewajiban muslim. Baca juga QS Al-Isra Ayat 26-27 Tentang Menyantuni Kaum Dhuafa 😊 Bentuk kepedulian dan kesetiakawanan seorang muslim, ternyata dapat dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, santunan dalam bentuk ekonomi. Hal ini ditunjukkan dalam memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta. Semenjak tsunami di Aceh dan Nias pada akhir 2005, negara kita terus dilanda bencana dan musibah. Bencana alam tersebut datang silih berganti, seperti tsunami, banjir, longsoran tanah dan sampah, gempa dan letusan gunung berapi. Selain itu, musibah gizi buruk atau lumpuh layu pun menimpa sebagian dari masyarakat Indonesia. Kondisi tersebut merupakan satu bagian dari kenyataan hidup yang ada di masyarakat kita. Sebagai seorang yang beragama, kita yakin bahwa apapun yang terjadi dalam hidup dan kehidupan ini terjadi karena izin Allah Swt., namun demikian Allah Swt telah memberikan perintah kepada kita untuk menafakuri berbagai kejadian tersebut dan kemudian mencari solusi untuk menghadapi masalah tersebut. Salah satu di antara yang dapat dilakukan orang muslim dalam menghadapi masalah sosial ekonomi ini yaitu menunjukkan sikap kedermawaman terhadap sesama muslim. Dalam Qur’an surah ali Imran ayat 92, Allah Swt berfirman لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya. Ayat tersebut memberikan penjelasan tambahan terhadap ayat-ayat yang sudah dikemukakan sebelumnya, tentang wujud kebaktian atau perilaku yang baik di hadapan Allah Swt itu tidak cukup hanya iman kepada-Nya saja, namun perlu ditunjukkan pula dalam bentuk kedermawanan kepada sesama. Kedua, santunan dalam bentuk perlindungan dan pembebasan, hal ini ditunjukkan dalam perintah untuk memerdekakan hamba sahaya. Santunan dalam bentuk ini, cocok dengan pentingnya santunan untuk melakukan pembebasan kaum dhuafa dari struktur atau sistem yang tidak menguntungkannya. Islam merupakan agama yang sempurna dan lengkap kaffah dan syumul. Semenjak awal, cita-cita dan tujuan diturunkan Islam adalah untuk membangun masyarakat yang ideal, yaitu masyarakat yang berkeadilan al’adalah, menjunjung tinggi persamaan atau egaliter al-musawa, aman sentosa al-amanah. Untuk mewujudkan masyarakat ideal itu, maka berbagai tindakan yang dapat melemah pihak lain harus dihindari dan dihapuskan. Dalam sejarah Islam, manusia yang menindas manusia itu dicontohkan oleh tokoh Fir’aun. Raja Mesir kuno ini adalah tokoh yang menyatakan diri sebagai Tuhan dan memperlakukan rakyatnya sebagai budak. Melihat kenyataan seperti itu, Nabi Musa as yang diutus Allah Swt untuk zaman tersebut memiliki tugas untuk membebaskan kaum lemah di masanya. Kepedulian dan tindakan Nabi Musa as waktu itu merupakan salah satu bentuk nyata dalam menunjukkan kepedulian dan kepekaan terhadap kaum yang lemah Dhu’afa secara struktural. Selain kedua bentuk santunan tersebut, seorang muslim pun dapat melakukan santunan kepada kaum dhuafa dengan tujuan untuk membebaskan masyarakat atau kaum lemah dari kebodohan. Semenjak awal, Islam adalah agama yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh surat dan ayat pertama yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad saw yang sarat dengan makna pendidikan. Oleh karena itu, usaha dan tanggungjawab seorang muslim terhadap orang lemah bisa dilakukan dalam berbagai bentuk di antaranya dalam bidang ekonomi untuk pemberdayaan daya beli masyarakat, dalam bidang pendidikan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan dalam perlindungan hukum atau struktural dari sistem kekuasaan yang memperbudak. Sehubungan dengan hal ini, ada hadis qudsi yang memperjelas tentang pentingnya sikap kedermawanan kepada sesama. Hadis Qudsi ini bersumber dari Abu Umamah ra. yang diriwayatkan Baihaqi. Terjemahan Wahai anak Adam, Jika engkau mendermakan kelebihan hartamu, maka kebaikanlah bagimu. Tetapi sekiranya engkau mengepalkan tanganmu karena kikir, maka keburukanlah bagimu. Engkau tidak dicela atas kecekukupan yang ada tidak berlebihan tapi qona’ah/cukup dengan apa yang ada, dan mulailah dengan orang yang engkau tanggung dengan memberikan nafkah belanja seadanya. Dan tangan sebelah atas yang memberi lebih baik dari tangan di bawah yang meminta. Kekuatan sedekah atau kedermawanan ini ditemukan pula dalam hadis yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad. Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptakan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya, “Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?” Allah menjawab, “Ada, yaitu besi”. Para malaikat pun kembali bertanya, “Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?” Allah yang Mahasuci menjawab, “Ada, yaitu api”. Bertanya kembali para malaikat, “Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?” Allah yang Mahaagung menjawab, “Ada, yaitu air”. “Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?” Kembali bertanya para malaikat. Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, “Ada, yaitu angin”. Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, “Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?” Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, “Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya.” Sumber Buku PAI Perekrutanrelawan menjadi hampir ada di setiap lembaga filantropi. Dompet Dhuafa dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang kini telah memiliki relawannya sendiri dapat menjadi contoh yang relevan. Selain lembaga, kini filantropi tenaga juga telah dibantu dengan adanya pihak penghubung (connecting actor). IndoRelawan, salah satu connector berbentuk 0% found this document useful 0 votes2K views6 pagesOriginal TitleMAKALAH QH_HIDUP SEDERHANA DAN KAUM DHUAFA SURAT © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes2K views6 pagesMakalah QH - Hidup Sederhana Dan Kaum Dhuafa Surat Al-MaunOriginal TitleMAKALAH QH_HIDUP SEDERHANA DAN KAUM DHUAFA SURAT to Page You are on page 1of 6 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 5 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.PerananZakat dalam Mengentaskan Kemiskinan. I. Pendahuluan. Masalah kemiskinan merupakan salah satu momok dalam kehidupan baik bagi individu maupun bagi masyarakat dan negara. Rasulullah SAW juga pernah mengingatkan : “Hampir-hampir kemiskinan itu menjadikan seseorang kufur.” (HR. Abu Nu’aim).Menyantuni berasal dari kata santun yang berarti halus dan baik budi bahasanya, tingkah lakunya, suka menolong dan belas kasih. Jadi yang dimaksud menyantuni adalah sikap penuh belas kasih sehingga menyebabkannya untuk suka menolong. Sedangkan kaum dhuafa secara umum dapat di artikan sebagai golongan manusia yang hidup dalam kemiskinan, kesengsaraan, kelemahan, ketertindasan dan ketidak berdayaan yang tiada putus. Kaum duafa terdiri dari orang-orang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Oleh karena itu yang dimaksud menyantuni kaum dhuafa adalah memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk kaum duafa. Adapun ayat tentang perintah menyantuni kaum dhuafa sebagai berikut, 1. Al-Qur'an Surat Al-Isra' ayat 26-27وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا . إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا Artinya "Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya." QS. Al Isra’ 26 - 27 Kandungan Al-Qur'an Surat Al-Isra' ayat 26-27. Allah Swt menyuruh kepada umat Islam untuk memberikan hak kaum kerabat, fakir miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Allah Swt melarang kepada umat Islam menghambur-hamburkan harta secara boros, karena perilaku boros menjadi teman atau saudaranya setan, sedangkan setan itu ingkar kepada Tuhannya. Penjelasan Ayat Al-Qur'an Surat Al-Isra' ayat 26-27 Pada ayat 26-27 menerangkan kewajiban seseorang untuk memberikan hak-hak kaum kerabat meliputi kasih sayang, rasa hormat, nafkah, keamanan dan pertolongan bila diperlukan. Hak fakir miskin adalah memperoleh santunan dan sedekah, serta kasih sayang. Sedangkan hak orang yang dalam perjalanan adalah memperoleh bantuan materi bila diperlukan, bantuan pikiran, dan pertolongan untuk dapat sampai kepada tujuannya. Allah melarang orang yang menghambur-hamburkan harta, yaitu membelanjakan harta bendanya yang tidak ada manfaatnya, bahkan sebaliknya membelanjakan harta yang berakibat akan membawa kerusakan pada diri mereka baik fisik maupun mental. Allah Swt menyuruh manusia untuk bersedekah karena bersedekah itu akan menjadikan hartanya menjadi tambah, sebagaimana yang difirmankan Allah Swt dalam QS. Al Baqarah ayat 261 مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ “Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebulir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas kurnia-Nya lagi Maha Mengetahui”. QS. Al-Baqarah 261 2. Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 177. لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ Artinya "Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan, musafir, peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa." QS. Al Baqarah 177 Kandungan Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 177. Kebajikan itu tidaklah terletak kepada menghadapkan wajah kea rah timur dan ke barat. Tetapi kebajikan yang sebebenarnya adalah memiliki iman yang benar yaitu percaya kepada Allah Swt diyakini dalam hati, diucapkan dalam lisan dan dibuktikan dalam bentuk perbuatan. Ciri-ciri iman yang benar itu diungkapkan dalam ayat tersebut adalah Beriman kepada Allah Swt, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, dan Rasul-rasul sejak nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw. Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang yang miskin, orang yang dalam perjalanan ketika kekuranga, orang yang meminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya. Melaksanakan shalat wajib dengan khusyuk dan salat-salat sunah lainnya. Mengeluarkan zakat yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya. Menepati janji ketika ia berjanji dengan orang lain. Bersikap sabar ketika dalam kesempitan, penderitaan, dan disaat suasana perang. Penjelasan Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 177. Pada surat Al Baqarah ayat 177 menerangkan bahwa kebajikan itu bukanlah seseorang yang mau menghadapkan wajahnya ke arah timur dan barat yakni kearah Baitul Maqdis dan ke arah Baitullah sebagai kiblatnya, akan tetapi mereka yang mau beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt, yakni melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Orang yang imannya benar itu adalah 1. Meyakini kebenaran rukun iman yang meliputi iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rosul-rosul, Hari akhir, dan qadla-qadar. 2. Melaksanakan rukun Islam yang lima yaitu syahadat, salat, zakat, puasa, dan Haji ke Baitullah di Makkah. 3. Menjaga hubungan baik dengan sesama manusia yakni mau bersedekah, zakat dan menolong orang-orang yang dalam kesulitan dan kesusahan. 4. Menjaga keseimbangan diri dengan baik yakni berlaku baik terhadap dirinya sendiri meliputi berlaku sabar, menepati janji, tidak menjerumuskan dirinya ke lembah kesengsaraan dan kehinaan. AbG8GaO.